Let the time heal.

POV: Asel.

Bunda bilang, aku dilahirkan dengan nama 'Jenandra' karena beliau ingin aku menjadi ambisius一orang yang tak henti-hentinya berupaya meraih apa yang diinginkan dalam hidup. Seperti kalimat 'Nama adalah doa' keinginan Bunda seakan terwujud dengan aku yang一syukurlah, selalu berusaha yang terbaik dalam setiap mata pelajaran. Dalam belajar, dalam aspek kehidupan, dalam hal-hal kecil yang aku pelajari dalam waktu senggang; seperti menghabiskan waktu 2 jam untuk menonton video menyelesaikan rubik, dan menghabiskan waktu sepanjang hari untuk berhasil. Hasilnya adalah, pada hari berikutnya, dalam waktu dua menit aku sudah bisa menyelesaikannya.

Namun ternyata, ada hal yang susah untuk aku selesaikan. Ada hal yang sulit aku temukan jawabnya sampai sekarang; yaitu melupakan Hamzi.

Pada hari pertama saat dimana aku memutuskan untuk mengakhiri status pacaran dengannya, aku tidak uring-uringan ataupun menangis. Aku tidak mau terlihat lemah oleh orang rumah. Aku malu melihat diriku menjadi loyo hanya karena cinta walau hati rasanya jadi berbeda.

Kosong.

Hatiku kosong melompong.

Bagai bola ubi kopong yang selalu Kakak beli di Mall setiap kali kami pergi. Bagai cimol cepot langganan Jaemin yang dibumbui cabe bubuk dan bumbu atom.

Hari-hari berikutnya, aku mulai berdistraksi dengan mengerjakan latihan soal dari pagi sampai tidak tau lagi kapan terakhir kali aku melihat matahari. Aku menghabiskan waktu di kamar, tidak melipat hordeng supaya cahaya masuk一tidak keluar rumah dan tidak bersosialisasi.

Namun aku lupa jika aku memiliki teman yang ajaib. Teman yang kadang, ingin sekali aku takol kepalanya karena ngajak jogging bareng dengan orang yang menjadi titik masalah ku akhir-akhir ini.

Kami tidak berbicara sama sekali. Saling pandang pun tidak. Aku fokus dengan jalanan, dengan pemandangan minggu pagi di komplek yang mulai ramai karena mereka juga melakukan apa yang kami lakukan.

Di kemudian hari, hanya ada aku dan buku-buku penunjang UTBK sambil menunggu hasil SNMPTN. Hariku hanya tentang soal penalaran umum, pk, dan semuanya yang menyangkut ujian masuk universitas. Tidak ada lagi pikiran tentang Hamzi yang harus ku distraksi, aku telah terbiasa dan beradaptasi dengan situasi yang sebagaimana mestinya.

Namun pada rabu sore hari, saat itu hujan turun cukup deras. Tidak ada anak-anak kecil yang bermain di jalanan depan rumah, nggak ada juga tukang jualan yang muterin komplek. Hari itu kediamanku sunyi, jalanan komplek sepi. Aku, menikmati vibes hujan sore hari dengan menonton series yang belum sempat aku tuntaskan. Sampai tiba-tiba ponselku dihujani notifikasi.

Dari Hamzi.

Aku mengalami shock sebentar lalu kembali fokus pada isi pesan, ia mengatakan bahwa Hasmi jatuh dari tangga. Aku langsung bangkit, mengambil payung lalu jalan ke rumah Pak Nardi. Berdasarkan pesan yang disampaikannya, aku bisa langsung masuk ke dalam rumah. Dan benar, pintu gak terkunci dan telingakh langsung menangkap suara tangisan Hasmi dari ruang tamu. Yang membuatku menjadi tidak fokus pada hal yang seharusnya dilakukan di sini adalah saat Hasmi mengatakan bahwa aku bisa mengambil laptop punya Hamzi di kamarnya. Kamar Hamzi di rumah Pak Nardi.

Itu adalah waktu pertama kali aku menginjakkan kaki dan melihat beberapa furniture yang masih dilapisi plastik. Jaket di mana-mana, dan reed diffuser yang ku lihat persis sama seperti di Rumah Ibunya.

Kamar Hamzi wangi.

Dan indra penciumanku betah berada di sana.

Aku terpaku lagi sampai terdengar seruan Hasmi dari luar yang menyerukan namaku sambil tersedu-sedu. “Kakak Asel… huhu… kakinya Hasmi sakit…”

Lalu buru-buru aku keluar setelah mengambil laptop yang dibubuhi stiker wali dan slank, laptop yang ku kenali, laptop yang pernah kami pakai dulu untuk marathon Maze Runner一laptop yang ternyata kata sandinya nggak pernah di ubah. Laptop Hamzi, yang passwordnya sampai sekarang masih tanggal kelahiranku.


Kejadian badut setelah kami resmi berpisah nggak berhenti sampai di situ.

Tadi, saat mau berangkat ke acara prom, aku, Hamzi, Jaemin, dan Renjun mengalami perdebatan kecil. Jaemin mengajak Hamzi untuk berangkat bareng kami supaya aku ada yang nganter. Supaya bareng, supaya nggak papisah.

Tapi Hamzi sepertinya tau kalau aku nggak mau satu kendaraan dan berada di dekatnya. Sepertinya Hamzi sadar akan tingkahku yang lebih diam sejak ia datang.

Hamzi bawa mobil. Jaemin bawa motor.

Dan kami; aku, Renjun, dan Jaemin berakhir menaiki mobil Hamzi. Sedangkan Hamzi, memilih untuk mengendarai motor Jaemin. Adalah Hamzi yang duluan menawarkan mobilnya pada Jaemin, dan Jaemin yang menjawab cepat seraya menerima kunci mobil yang diserahkan Hamzi. Ada matanya yang sempat mampir di netraku walau hanya sepersekian detik, kemudian ada aku yang memalingkan wajah karena enggan menatapnya balik.

Selama di mobil tadi, aku duduk di backseat, melihat Renjun gelendotan pada bahu Jaemin. Huek. Tapi ini lebih baik daripada aku yang harus berlama-lamaan melihat Hamzi. Ini lebih baik karena hatiku nggak menjadi-jadi, karena Hamzi memakai setelan lengkap dengan dasi kupu-kupu.

Karena sialnya, Hamzi menjadi sepuluh kali lebih bersinar.


Kami sampai duluan di ballroom Hotel Sanjaya. Hotel yang nggak terlalu jauh dari sekolah, letaknyanya cukup strategis mengingat sekolah kami berada di jantung kota.

Saat masuk, kami disambut oleh panitia prom, ada Jisung dan Chenle juga disini. Mereka pengurus osis, turut membantu jalannya acara ini.

Sunwoo, Eric, Shotaro, Yangyang, dan yang lainnya juga sudah berkumpul, lengkap dengan setelan terbaik mereka.

Pada pukul tujuh, acara resmi dimulai dengan diiringi sambutan oleh kepala penanggung jawab acara dan beberapa jajaran penting lainnya. Sesuai rundown, pukul setengah delapan malam ini waktunya acara hiburan. Perwakilan dari berbagai murid, mulai menampilkan karyanya.

Jaemin dan grupnya akan tampil membawakan Remaja dari Hivi yang disambut antusias oleh seluruh siswa. Tubuh mendayu mengikuti irama, Renjun tersipu setiap Jaemin menatapnya di bagian reff.

Yang ku ingin saat ini, kau bersamaku disini.

Lantunan dari penonton menghasilkan irama yang indah. Membuat malam ini pantas untuk dikenang dan diceritakan lagi di masa nanti. Masa remaja, masa paling indah, katanya.

Setelah selesai tampil dan lanjut ke acara berikutnya, beberapa murid ber swafoto, ada juga yang mencicipi snack yang tersedia di meja-meja pinggir. Aku mengambil beberapa cookies, ditemani Yangyang karena yang lain sibuk bercengkerama.

“Pacar lu mana, Yang?”

Yangyang berdehem kecil, menelan cookies nya. “Cowo gue kan kuliah, sel.”

Fakta yang baru aku ketahui tadi sedikit membuat terkejut karena Yangyang tidak pernah terdengar dekat dengan siapapun di sekolah. Atau mungkin aku yang kurang update tentang kisah kasih anak angkatan.

“Cowo lu? Si Hamzi? Kemana tu orang?” Yangyang balik tanya. Ia melihat sekitar, lalu kembali lagi pada pandanganku. “Gak dateng?”

Aku refleks melihat sekeliling dan menyadari bahwa dari tadi, Hamzi belum terlihat. Dari awal acara dimulai, Hamzi tidak disini. Yangyang melanjutkan kuliner meja pinggirannya sendiri, sedangkan aku masih berdiri di tempat semula, memperhatikan sekitar一mencari sosok yang sejak awal buat hatiku berdebar.

Sosok yang paling bersinar.

Tapi mataku tak kunjung menemukan sosok itu dalam kumpulan manusia di ruangan ini. Aku menghampiri Jaemin yang sedang sibuk bergurau bersama Sunwoo, “Motor lu belom dateng?” Kataku. Goblok, iya tau.

Jaemin mengernyitkan alis, mendekatkan kepalanya padaku karena volume musik di sini mengeras. “Motor? Naon sih?”

Aku menghembuskan napas kasar. “Hamzi. Belom dateng?”

“Nggak tau atuh, coba maneh chat!

Perhatian Sunwoo dan Renjun yang awalnya penuh pada banyolan Jaemin kini berpaling padaku yang sibuk mengetik pesan. Menanyakan kabar Hamzi, dimana sih lu?

Kami menunggu balasan pesan dengan mendengarkan MC mengumumkan 'King and Queen' tahun ini. Yang dimenangkan oleh Hyunjin dan Yeji. Lalu ada Yangyang yang memenangkan 'Most sassiest person' dan Jaemin dengan gelar barunya, yaitu; 'Class clown'

Setelah mendengar speech alakadarnya dari masing-masing pemenang, aku nggak bisa untuk tenang dan terus melihat ke arah pintu一menunggu seseorang datang.

Ketika Jaemin dan yang lain sibuk berfoto dengan penghargaannya masing-masing, pesanku dibalas oleh Hamzi.

20.25 Hamzi: gua di rumah sakit sel.

Dan aku nggak punya alasan untuk tetap di sini.


Lalu di sinilah kami semua berada sekarang. Di ruang tunggu rumah sakit, mendengar cerita Pak Nardi tentang kronologi kecelakaan Hamzi. “Bapak awalnya nggak nyangka sama sekali, abisnya dia nelepon sambil ketawa. Eh tapi bilang, dia lagi di UGD, katanya diserempet angkot pas mau belok.”

“Hamzinya sekarang gimana pak?”

“Teu aya luka nu serius, sih. Cuman lecet sama biru-biru. Masih cakep, nak asel.”

Renjun menyenggol lenganku, “Masih cakep sel, kaleeem.”

Pak Nardi tertawa kecil. “Heu euh, kasep keneh atuh anak bapak mah. Alhamdulillah na oge supir angkotnya tanggung jawab, si kasep langsung dianter ke UGD.”

Jaemin menimpali, “Mulia amat, Pak. Moga-moga gusti Allah selalu kasih berkah sama si mamang angkot.”

“Amiin. Sok atuh geura dijenguk si Hamzi, karunya sorangan di UGD.”

Pak Nardi menambahkan, “Tapi ulah banyakan ceunah, bisi ganggu pasien lain.”

Lalu mereka semua menatapku. Memberikan perintah tersirat untuk aku segera masuk. Aku yang diberi kesempatan untuk melihat Hamzi. Seolah mendukung pernyataan Pak Nardi, Sunwoo dan Eric bangun dari duduknya, meninggalkan kami dengan alasan mau cari makan. Lalu Pak Nardi dan Hasmi yang mau mengurus administrasi, lalu Jaemin dan Renjun yang katanya akan melihat kondisi motornya di parkiran.

Lalu aku, masih enggan menggerakan kaki.

Aku masih duduk di sini, setelah 10 menit mereka semua mengurus urusannya, aku masih belum bergerak.

Namun setelah menerima pesan dari Hamzi, aku mulai bangkit dan berjalan menuju UGD.

Untuk menemuinya,

menjenguknya,

dan pulang.

Ah, belum, maksudku一untuk mencoba lagi, memberi arti penuh pada kata “Cinta” untuk kami yang masih belia. Membangun ulang一lalu mencoba lagi, berharap kupu-kupu datang kembali, atau mungkin melihatnya terbang tinggi dan menjauh pergi.

Tidak ada yang tau, namun untuk sekarang biarlah aku mencoba permulaan dengan proses pertama; yaitu berteman.

Karena jika sebaiknya kita berpisah untuk sementara, maka di jalinan berikutnya syukur akan hadir bersama cinta di dalamnya.